Pada tahun 1974 Ibnu Soetowo menjemput BJ Habibie di Bonn, Jerman Barat. Ibnu memaksa Habibie pulang.
Sebelumnya Ibnu bilang ke Suharto "ada anak muda Indonesia jadi boss pesawat disana."
Suharto bertanya, "Siapa??"
Ibnu bilang "BJ Habibie."
Suharto tersenyum dan bilang pada Ibnu, "Saya kenal baik dengan orang tuanya".
Uniknya Ibnu tau soal Habibie ketika pemerintah Filipina dibawah Marcos berencana akan ambil Habibie.
Di Jakarta BJ Habibie bertemu dengan Suharto bicara 3 jam di Jalan Cendana no.8. Pak Harto meminta Habibie membuat blueprint soal pengembangan industri perangkat keras di Indonesia. Anak muda berusia pertengahan 30-an tahun itupun membuat apa yang namanya blueprint industri teknologi maju.
BJ Habibie menjelaskan pada Suharto "Kelak Indonesia amat butuh pesawat."
Mendengar penjelasan Habibie ini Suharto ingin mendapatkan penjelasan 'second opinion' dari ekonom dan ahli sosial. Saat itu ekonom Radius Prawiro paling dekat dengan Suharto karena bisa berkomunikasi dengan cara-cara Jawa, baik Suharto dan Radius memang orang Yogya. Kesantunan ala Jawa Keraton amat dijunjung tinggi Suharto karena itu basis strategi dia dalam mengembangkan kekuasaan.
Radius bilang "Pertumbuhan demografi di tahun 2000 akan meledak luar biasa, Indonesia bisa tinggal landas dua tahap 1988 dan 2000. Nah tahun 2000 bisa dikatakan adalah tahun paling penting dalam merangkai negara kepulauan menjadi rangkaian pelabuhan-pelabuhan besar dan kota-kota baru".
Suharto mulai memahami statement Habibie, "Pesawatlah yang akan jadi bisnis raksasa masa depan, bukan mobil."
Lalu dipanggil lagi BJ Habibie, konsepnya dikembangkan pesawat sederhana, tapi sayang industri pesawat dikuasai Amerika Serikat dan Jerman pada saat itu. Sementara Habibie tidak mendapatkan bantuan dari kedua negara, mereka takut Indonesia bisa merebut industri pesawat, akhirnya perusahaan Spanyol yang memberikan bantuan ahli teknologi.
Waktu ekonom pada marah-marah soal borosnya BJ Habibie, Suharto hanya tersenyum dan bilang "Kita ini sedang menanam, menanam dan menanam nanti bila besar kita akan panen teknologi."
Banyak pengeritik Suharto yang melihat IPTN adalah proyek gagah-gagahan, proyek mercusuar. Tapi kritik akan mati sebagai kritik, dia tenggelam dalam fakta. Sekarang kebutuhan pesawat murah luar biasa tinggi, Lion Air pesan puluhan pesawat Boeing, seandainya saat ini IPTN bisa memenuhi 30 % saja kebutuhan pesawat di Asia maka Indonesia bisa menjadi nomor satu Industri Dirgantara.
Lalu siapakah pengkritik Suharto dan BJ Habibie, mereka adalah ekonom didikan Amerika Serikat, mereka adalah generasi yang diinferiorkan, dilemahkan mentalitasnya dengan dogma ekonom ala Amerika Serikat tapi hasilnya ekonomi konsumtif, inilah kenapa Suharto pernah percaya sekali dengan ekonom produktif model BJ Habibie, sayang yang tak mengerti kedaulatan ekonomi mengartikan ekonomi zig zag ala BJ Habibie disebut sebagai 'Ekonomi orang Gila'. Padahal apa yang dilakukan BJ Habibie adalah menghilangkan ketergantungan industri transportasi, pertama kali yang akan dibangun adalah industri pesawat lalu industri perkapalan kemudian industri-industri lain terseret.
Visi BJ Habibie di tahun 1975 ternyata benar.
Post By Peluang Usaha (diolah dari berbagai sumber)