"Coba saya lihat sebentar," jawab penjaga toko.
Setelah memperhatikan dengan penuh ketelitian penjaga toko berkata dengan nada terkejut,"subhanallah!!! Ini sungguh berlian yang sangat tinggi harganya, kalau seandainya aku berikan seluruh isi tokoku kepadamu, niscaya tidak dapat menggantikan nilai berlian ini. Lebih baik mas pergi ke toko lain yang lebih besar dari pada toko saya yang tidak jauh dari sini, barang kali dia bisa memberikan harga yang setara dengan berlian ini," kata si penjaga toko.
Dengan sedikit rasa kecewa ia meninggalkan toko tersebut. Tapi rasa putus asa tidak sedikitpun terbesit di hati kecilnya. Karena dalam fikirannya, mungkin penjaga toko itu tidak mau menerima berliannya karena takut membuat ia kecewa, di sebabkan nilai yang diberikan tidak sebanding dengan berlian yang ia miliki.
Perjalanan menggapai impian pun berlanjut hingga akhirnya ia sampai di toko ke dua. Lalu ia masuk kedalam toko tersebut dan melontarkan pertanyaan yang sama seperti di toko sebelumnya.
"Permisi mas, bisakah saya menjual berlian ini di sini?" tanyanya kepada si penjaga toko yang kebetulan juga lelaki.
Lalu penjaga toko tersebut mengambil berlian itu dari tanganya.
Setelah penjaga toko memperhatikan berlian yang ia bawa penjaga toko tersebut juga terkejut, "Masya Allah, dimana kamu menemukan berlian ini?" tanya penjaga toko dengan ekspresi yang sama dengan penjaga toko pertama.
"Di jalan" jawabnya ringan.
"Wah mas, kalau seandainya seluruh isi toko ini dan bahkan dua kali lipatnya saya berikan kepadamu niscaya tidak dapat menggantikan nilai berlian ini. Lebih baik mas pergi ke toko perhiasan di ujung jalan sana, itu adalah toko perhiasan terbesar di kota ini, mungkin dia bisa memberimu harga yang setara untuk berlian seindah ini," kata penjaga toko kedua seraya memberi nasihat.
Untuk kedua kalinya perasaannya hancur. Benar-benar tidak semudah yang ia bayangkan. Demi menjual satu berlian saja ia harus berkeliling-keliling toko perhiasan. Lelah dan letih sudah bercampur aduk dengan angan.
Tapi meski demikian harapan dan impiannya tidak putus di tengah jalan. Untuk kesekian kalinya ia gantungkan cita-cita kebahagianya di toko yang ke tiga. Dengan do'a terucap, semoga di toko yang ke tiga ini berliannya dapat terjual.
Sesampainnya di toko ke tiga.
"Pak, bisakah saya menjual berlian ini di sini?" dengan penuh harap ia lontarkan pertanyaan tersebut diringi runtutan do'a di hati.
Tapi apa yang terjadi?
Setelah ia lelah berjalan, tidak satu toko pun yang mau menerima berlian yang ada di tanganya. Jawaban yang ia dapat di toko ke tiga tidak jauh berbeda dengan jawaban di dua toko sebelumnya. Bahkan kata penjaga toko ke tiga, jikalau seandainya seluruh isi toko di berikan kepadanya di tambah tiga kali lipatnya lagi tetap tidak bisa menggantikan harga berlian yang ada padanya.
Lengkap sudah penderitaanya. Berjalan tanpa alas kaki dari satu toko ke toko lain. Di tambah suara perut yang kelaparan ditemani dengan hausnya kerongkongan, membuatnya semakin putus asa. Ia hanya bertanya-tanya dalam hatinya, mengapa tidak ada satu toko pun yang mau menerima berlianya ini. Hilang sudah prasangka baik yang ada dalam hatinya. Yang ada hanya tanda tanya yang berkumul tak teratur dalam otaknya.
Lalu dari toko ke tiga ia dianjurkan untuk datang kepada raja, mungkin raja bisa menggantikan harga berlian yang ia temukan di jalan dengan harga yang setara. Untuk terakhir kalinya ia gantungkan impianya kepada sang raja. Dengan harapan semoga raja bisa memberikan kepadanya harga yang setara dengan berlian yang ia bawa.
Langkahnya menuju kekerajaan, tidak selincah ketika ia berjalan ke toko pertama. Harapan yang menjadi citanya tidak sebesar anganya ketika pertama kali ia menemukan berlian tersebut. Hingga akhirnya langkanya pun sampai di gerbang kerajaan.
Di depan gerbang kerajaan, telah berdiri dua orang penjaga gerbang yang berbadan besar. Dengan santun ia utarakan maksud dan tujuannya datang kekerajaan. Sesudah mengetahui maksud dan tujuannya, dua orang penjaga gerbang kerajaan itupun mengizinkannya masuk menemui raja.
Setelah lama ia menunggu, akhirnya sang raja pun keluar dari kamarnya yang mewah.
Dengan tutur kata yang diatur sedemikian indah, ia utarakan maksud dan tujuannya menemui paduka raja. Ia ceritakan kisah perjalananya secara singkat hingga akhirnya bisa sampai ke kerajaan yang begitu megah.
Selesai ia bercerita, dari dalam sakunya ia tunjukkan berlian yang ia bawa ke pada paduka raja.
Lalu raja mengambil berlian tersebut dengan tangannya.
Cukup lama raja memperhatikan berlian tersebut hingga akhirnya berkata, "wahai pemuda, berlian ini sungguh tidak ternilai harganya, jikalau seluruh isi kerajaan ini ku berikan kepadamu niscaya tetap tidak akan bisa menggantikanya, dimana engkau menemukan berlian ini?" seraya menyambung perkataanya dengan pertanyaan.
"Di jalan raja" jawabnya tunduk kepada raja.
"Di jalan? tanya raja balik dengan nada sedikit terkejut.
"Betul raja" jawabnya lagi.
Lalu raja meneruskan pembicaraanya, "sungguh engkau orang yang beruntung wahai pemuda. Begini saja, bagaimana kalau sebagai gantinya akan ku berikan kepadamu kunci gudang hartaku, dan kamu ku beri waktu selama sepuluh jam untuk mengambil apa saja yang kamu sukai dan sebanyak yang kau mau dari hartaku sebagai ganti dari berlian ini?"
"Sungguh raja?" tanyanya balik.
"Iya, sungguh, kalau engkau mau, sekarang juga pembantuku bisa mengantarmu ke gudang harta ku yang berada tepat di belakang kerajaan ini" jawab raja memastikan keraguan lelaki miskin tersebut.
Betapa bahagianya ia sekarang, seakan menemukan kembali lilin kehidupanya yang hampir padam untuk selamanya. Angannya kembali berkelana menelusuri setiap inci impian-impian indah yang ia miliki. Semangatnya kembali bangkit tegak bak gunung batu di dataran Yaman yang selalu sigap di terpa badai. Prasangka buruk atas berlian itu sirna dalam sekejap.
Dengan di antar oleh pembantu raja, ia melangkah menuju gudang tempat harta benda sang raja di simpan. Tanpa terlewatkan oleh pandangan matanya, setiap sudut kerajaan ia lalui dengan rasa kagum. Sungguh ia terheran-heran dengan kemewahan yang ada di dalam kerajaan. Bagaikan orang yang baru terjaga dari mimpi indah, tanpa terasa di hadapanya sudah berdiri angkuh pintu gudang harta sang raja. Pintu yang begitu megah menggambarkan kemewahan ruangan di balik pintu tersebut. Perlahan pintu gudang di buka.
Krek!! hawa sejuk bersanding dengan aroma wewangian menghempas tubuhnya dengan lembut seketika pintu gudang terbuka. Perlahan ia melangkah masuk. Dan lebih takjub lagi ia setelah benar-benar berada di dalam. Sungguh pemandangan yang belum sama sekali pernah ia lihat. Emas, intan, berlian, semuanya tersusun rapi. Cawan air terbuat dari kristal seakan duduk manis di hadapanya, menunggu anggur segar akan dituangkan di dalamnya. Berbagai macam jenis makanan dan buah-buahan dengan aroma yang sangat menggoda, sudah terhidang di hadapannya.
Tapi sangat di sayangkan, mungkin karena terlalu lama ia hidup dalam kemiskinan sehingga ia tidak tau bagaimana bergaul dengan kemewahan Terlalu lama ia menyelami kelalaian tanpa kerja keras, sehingga ia tidak tau bagaimana menyikapi kesempatan. Dalam ketakjubannya yang bodoh terbesit dalam pikiranya, untuk membagi waktunya yang sepuluh jam. Satu jam ia gunakan untuk mencicipi segala hidangan yang ada dan menikmati nikmatnya kehidupan kerajaan. Dan sisanya sembilan jam ia gunakan untuk mengambil seluruh harta raja yang ia inginkan. Karena dalam pikirannya Sembilan jam sudah lebih dari cukup untuk mengambil harta raja yang ia inginkan.
Detik demi detik waktu pun berjalan. Ia mencicipi satu persatu hidangan yang ada. Setelah kenyang dengan makanan, ia menuju lemari es yang sangat besar dimana tersimpan berbagai macam minuman di dalamnya. Tanpa terlewatkan satu pun, ia cicipi seluruh minuman yang ada di lemari es tersebut. Sampai-sampai tak terasa dua jam telah berlalu, sungguh di luar dari yang ia rencanakan.
Tapi sayangnya, dalam kelalaian, kebodohanya kembali berargumen, delapan jam juga lebih dari cukup untuk merampungkan semua rencananya. Setelah lambungnya penuh dengan berbagai macam makanan dan minuman, otak bebalnya berusaha berkolaborasi dengan ide yang mungkin ia anggap cemerlang tapi sebenarnya hanya berakhir dengan isapan jempol.
Dari waktunya yang hanya tinggal delapan jam, dua jamnya ingin ia gunakan untuk terbang ke alam mimpi dengan beralaskan permadani yang sangat lembut. Sebab ia merasa terlalu lelah dan ingin memanjakan tubuhnya sejenak, sembari mengumpulkan tenaga. Hawa sejuk istana dengan aromanya yang wangi pun mempercepat penerbangannya ke alam mimpi. Satu jam, dua jam, tiga jam, empat jam, lima jam telah berlalu, dan amat sangat di sayangkan di jam terakhir jam ke enam ia juga belum bangun dari tidurnya. Sampai akhirnya habis lah waktu sepuluh jam ia lalui di dalam gudang harta sang raja.
Lalu kemudian.
"Hai orang miskin!!! bangun!!! Bangun!!! Waktumu sudah habis," hardik pembantu raja membuatnya terjaga.
Tapi ia masih setengah sadar karena tidurnya terlalu nyenyak.
"Ayo bangun, waktumu sudah habis. Sudah sepuluh jam kamu di sini," tegas si pembantu raja.
Akhirnya ia sadar juga dari tidurnya, tak terasa enam jam telah ia lalui dengan tertidur. Pengembaraannya yang indah ke alam mimpi, membuat ia mengembara ke dalam penyesalan terdalam dalam dirinya. Penyesalan karena ia akan kembali hidup sengsara seperti sedia kala.
"Wahai tuan!!!! tolong berikan saya waktu 15 menit saja untuk saya mengambil harta raja secukupnya," katanya memohon kepada pembantu raja.
"Tidak bisa," jawabnya tegas.
"Kalau lima menit bagai mana?" pintanya lagi.
"Tetap tidak bisa, walau sedetik pun niscaya tidak akan aku berikan, raja telah bermurah hati memberikan 10 jam kepadamu. Kalau kamu belum mengambil harta raja sedikitpun, itu salahmu. Sekarang mana yang engkau pilih, ingin keluar dari kerajaan ini secara terhormat, atau ku seret kau keluar dengan paksa?" kata si pembantu raja dengan tegas.
Dengan wajah putus harapan dan tubuh lunglai seakan tak bertulang keluarlah ia dari kerajaan. Berlian yang begitu berharga, yang nilainya tidak dapat di gantikan oleh penjaga toko pertama, kedua dan ketiga, bahkan oleh raja sekali pun, hanya ia ganti dengan makanan, yang setelah dua jam kemudian mungkin ia akan merasa lapar lagi. Dengan minuman, yang mungkin setelah keluar dari kerajaan ia akan merasa kehausan lagi. Dan dengan tidur, yang pasti di keesokan harinya ia akan tidur lagi. Waktu yang raja berikan kepadanya ia sia-siakan begitu saja, tanpa ada bekasnya sedikit pun. Dan akhirnya, ia pun kembali miskin seperti sedia kala.
Pesan Moral:
Dari cerita di atas, sadarkah kita siapa sebenarnya lelaki yang menemukan berlian berharga tersebut? Yang mana semua orang bahkan sampai raja sekalipun tidak bisa menggantikanya.
Tanpa kita sadari, lelaki tersebut adalah saya, Anda, dan kita semua yang hidup di dunia ini. Berlian yang berharga itu adalah usia yang kita miliki, yang tidak seorang pun dapat menggantikanya dengan harta berapa pun jumlahnya. Raja yang berperan di atas adalah Allah SWT yang telah memberikan kita waktu di dunia ini untuk menimba amal, menjadikan dunia ini ladang bercocok tanam kebaikan untuk bekal kita di akhirat. Dan menjadikan setiap amalan dengan ganjarannya yang berlipat-lipat.
Tapi memang mungkin kita yang kurang menyadari akan nikmat yang telah Allah SWT berikan. Kita yang telah terlena dengan gemerlapnya dunia sehingga lupa kemana tujuan kita sebenarnya. Kita telah menyia-nyiakan waktu yang Allah berikan dengan hal-hal tidak berguna seperti yang di lakukan lelaki miskin tersebut yang mana seharusnya ia bergegas ketika kesempatan itu masih lapang.
Dan pembantu raja itu adalah Izrail, sang malaikat pencabut nyawa. Jika batasan waktu hidup kita telah habis, maka ia tidak akan menunda walau sedetikpun. Ia tidak akan memberikan kita kesempatan walaupun satu kata taubat. Dan ketika nafas sudah sampai di kerongkongan maka ketika itu diliperlihatkan di mana tempat duduk kita di akhirat, di surga kah? Atau nerakakah? Mari sama-sama kita berlindung kepada Allah agar di jauhkan darinya dan siksanya.
Akhirul kalam semoga Allah SWT memberi kita kekuatan untuk tetap beristiqomah di jalanya, menjalankan syari'at-Nya dan menjauhi laranga-Nya. Dan menjadikan kita bagian dari orang-orang yang berkata dan mengamalkan perkataannya, bukan menjadikan kita bagian dari orang miskin yang melalaikan kesempatan. Dengan harapan besar rahmat, taufik dan hidayah-Nya selalu tercurah kepada kita di dunia dan di akhirat.
Dari catatan sahabatku Muhammad Fikry Yazid